CIRI-CIRI
PROFESIONALISME
Ciri-ciri
profesionalisme:
Punya
ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan
peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan
dengan bidang tadi.
Punya
ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka
di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan
terbaik atas dasar kepekaan.
Punya
sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan
lingkungan yang terbentang di hadapannya.
Punya
sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka
menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang
terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.
Tiga
Watak Kerja Profesionalisme
Kerja
seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya
kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan
atau mengharapkan imbalan upah materiil
Kerja
seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas
tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang,
ekslusif dan berat.
Kerja
seorang profesional –diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral– harus
menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang
dikembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi.
Menurut
Harris [1995] ruang gerak seorang profesional ini akan diatur melalui etika
profesi yang distandarkan dalam bentuk kode etik profesi. Pelanggaran terhadap
kode etik profesi bisa dalam berbagai bentuk, meskipun dalam praktek yang umum
dijumpai akan mencakup dua kasus utama, yaitu:
a.
Pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap
nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Memperdagangkan
jasa atau membeda-bedakan pelayanan jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan
keuntungan uang yang berkelebihan ataupun kekuasaan merupakan perbuatan yang
sering dianggap melanggar kode etik profesi dan.
b.
Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan
kualitas keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggung-jawabkan menurut
standar maupun kriteria profesional.
A.
PENGERTIAN PROFESIONALSME
Profesionalisme
merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang
menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung
pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau
sebagai sumber penghidupan. Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
sebagai sumber penghidupan. Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
B.
CIRI-CIRI PROFESIONALISME
Di
bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme :
1.
Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result),
sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
2.
Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat
diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3.
Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas
atau putus asa sampai hasil tercapai.
4.
Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh
“keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
5.
Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga
terjaga efektivitas kerja yang tinggi.
Ciri
di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi yang
profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih
jelas lagi bahwa seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat
kompeten atau memiliki kompetensikompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya.
C.
KODE ETIK PROFESI
Kode
yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda
yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu
berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat
berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN). Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah SUMPAH HIPOKRATES yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN). Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah SUMPAH HIPOKRATES yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
SANKSI
PELANGGARAN KODE ETIK :
a.
Sanksi moral
b.
Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kode
Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan
lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan
dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci
norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut
sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah
sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci
tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan
perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang
professional
TUJUAN
KODE ETIK PROFESI :
1.
Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2.
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3.
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4.
Untuk meningkatkan mutu profesi.
5.
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6.
Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7.
Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8.
Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun
fungsi dari kode etik profesi adalah :
1.
Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas
yang digariskan.
2.
Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3.
Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika
dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai
bidang.
Kode
etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya
pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional,
misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM
Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan
lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki
kode etik. Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini
perusahaan-perusahan swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan
itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan
kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut dinilai positif.
UNDANG-UNDANG
YANG MENGATUR TENTANG PROFESI INSINYUR DI INDONESIA.
Di Indonesia,
undang-undang tentang profesi keinsinyuran sudah diatur didalam UU Negara
Republik Indonesia, “ NOMOR 11 TAHUN
2014 TENTANG KEINSINYURAN “.
Undang-undang tersebut terdiri dari pasal 1 sampai dengan pasal 56.
Berikut penjelasan secara umum tentang UU Nomor 11 Tahun 2014 Tentang
Keinsinyuran.
1. Umum
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orangdalam
mengembangkan dirinya memerlukan pendidikan dan manfaat ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
umum. Untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umum tersebut, salah
satunya dapat dicapai dengan tersedianya sumber daya manusia yang andal dan
profesional yang mampu melakukan rekayasa teknik guna meningkatkan nilai
tambah, daya saing, daya guna, efisiensi dan efektivitas anggaran, perlindungan
publik, kemajuan ilmu dan teknologi, serta pencapaian kebudayaan dan peradaban
bangsa yang tinggi. Sumber daya manusia yang mampu melakukan rekayasa teknik
masih tersebar dalam berbagai profesi dan kelembagaan masing-masing, belum
mempunyai standar keahlian, kemampuan, dan kompetensi Insinyur. Insinyur
sebagai salah satu komponen utama yang melakukan layanan jasa rekayasa teknik harus
memiliki kompetensi untuk melakukan pekerjaan secara profesional sehingga
kegiatan yang dilakukannya dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan
dirinya. Hasil karya Insinyur harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara
moril-materiil maupun di muka hukum sehingga layanan jasa di bidang
Keinsinyuran memiliki kepastian hukum, memberikan pelindungan bagi Insinyur dan
pengguna, serta dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, dan menjunjung
tinggi etika profesi. Unsur penting dalam Praktik Keinsinyuran adalah sikap,
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknik yang dimiliki,
yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimiliki
Insinyur harus terus-menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan industri. Perangkat
keilmuan yang dimiliki seorang Insinyur mempunyai karakteristik yang khas yang
terlihat dari kemampuan untuk melakukan upaya rekayasa teknik yang sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik lingkungan serta menyesuaikan dengan
perkembangan teknologi yang ada. Pengaturan Praktik Keinsinyuran dilakukan
untuk memberikan landasan dan kepastian hukum serta pelindungan kepada Pengguna
Keinsinyuran dan Pemanfaat Keinsinyuran. Pengaturan Praktik Keinsinyuran
dimaksudkan juga untuk memberikan arah pertumbuhan dan peningkatan
profesionalisme Insinyur, meletakkan Keinsinyuran Indonesia pada peran dalam
pembangunan nasional, serta menjamin terwujudnya penyelenggaraan Keinsinyuran
Indonesia yang baik. Oleh karena itu, Praktik Keinsinyuran perlu diatur dalam
suatu peraturan perundang-undangan guna memberikan kepastian dan pelindungan hukum
kepada Insinyur, Pengguna Keinsinyuran, dan Pemanfaat Keinsinyuran. Hal
tersebut dilakukan untuk meningkatkan keselamatan kerja, keberlanjutan
lingkungan, dan keunggulan hasil rekayasa, untuk meningkatkan kualitas hidup,
serta kesejahteraan Insinyur dan masyarakat. Lingkup pengaturan Undang-Undang
tentang Keinsinyuran adalah cakupan Keinsinyuran, standar Keinsinyuran, Program
Profesi Insinyur, Registrasi Insinyur, Insinyur Asing, Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan, hak dan kewajiban, kelembagaan Insinyur, organisasi profesi
Insinyur, dan pembinaan Keinsinyuran. Undang-Undang ini mengatur bahwa
Keinsinyuran mencakup disiplin teknik Keinsinyuran dan bidang Keinsinyuran.
Sementara itu, untuk menjamin mutu kompetensi dan profesionalitas layanan profesi
Insinyur, dikembangkan standar profesi Keinsinyuran yang terdiri atas standar
layanan Insinyur, standar kompetensi Insinyur, dan standar Program Profesi
Insinyur.
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
50
(1)
Setiap orang bukan Insinyur yang menjalankan Praktik Keinsinyuran dan bertindak
sebagai Insinyur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2)
Setiap orang bukan Insinyur yang menjalankan Praktik Keinsinyuran dan bertindak
sebagai insinyursebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga mengakibatkan
kecelakaan, cacat, hilangnya nyawa seseorang, kegagalan pekerjaan Keinsinyuran,
dan/atau hilangnya harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal
51
Setiap
Insinyur atau Insinyur Asing yang melaksanakan tugas profesi tidak memenuhi
standar Keinsinyuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c sehingga
mengakibatkan kecelakaan, cacat, hilangnya nyawa seseorang, kegagalan pekerjaan
Keinsinyuran, dan/atau hilangnya harta benda dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
No comments:
Post a Comment